Diam,
kita bertatap dalam
entah untuk apa
sebab kita bisu
tanpa kata
Cemburu,
aku merasa tersakiti
entah karena apa
sebab kita masih diam
hanya mata kita sendu
Bingun,
rindu
berbaur menjadi satu
meski tanpa pengakuan...
Cangkreng,
Gardu Impian.
SUARA HATIKOE
Bacalah Suara Nafas dari Nadi Pecinta Keindahan, Kelaraaan Bahkan Kematian...! Salam Hangatku.....
SELAMAT DATANG Di SUARA HATIKU INI
SELAMAT DATANG Di istana hatiku ini. Mari membaca dan berbagi suara hati bersama..Selamat membaca....
Minggu, 20 November 2011
Kamis, 17 November 2011
PUISI DINDDING
Cerpen
PUISI DINDDING
Oretan di dinding itu begitu menggugah, bahasa rindu yang terurai begitu kuat menggambarkan betapa perihnya derita hati sang penulisnya. Fitri tersentak, segera ia menyelesaikan wudhu’nya, setelah mendengar suara iqomah dan bergegas menuju mushalla untuk shalat berjamaah. “Asslamu’alaikum” semua jamaah menyelesaikan sholatnya, kemudian di lanjutkan dengan dzikir seperti biasa, lalu wejangan dari imam. “Fit, kenapa kamu murung?” tanya Rosa waktu melihat Fitri banyak melamun. “Gak ada apa-apa kok” jawab fitri kalem. “Oh, ya udah aku balik pulang duluan” “Okay my sweet” Rosa berlalu meninggalkan Fitri sendirian di beranda mushalla. “Siapa ya pembuat puisi itu” bisiknya dalam hati yang masih penasaran pada keberadaan puisi di dinding tersebut. Apa yang harus aku urai mata ini tertutup menatapnya bibir ini bisu di dekatnya apakah cinta ini tercipta misteri walau sepertinya hati berkata ini rasa sepasang kekasih yang harus saling setia “Hey ayo ngelamunin siapa?” Fitri tersentak,tiba-tiba Rosa sudah berdiri di dekatnya. “Gak ada, aku hanya mikirin PR dari pak Adi itu” Jawab Fitri terbata-bata. “Ye...!” Fitri coba meraih Rosa sebab kesal di ledekin. Rosa berkelit dan berlari jauh seraya menjulurkan lidahnya ke arah Fitri. @_@ Hari demi hari berlalu, dan sudah sebulan penuh Fitri larut dalam rasa penasarannya. Hampir tiap hari dan malam benak Fitri berkecamuk tentang siapa penulis puisi tersebut. Sebenarnya bukan siapa pencipta puisi tersebut yang menjadi beban pikirannya. Tapi puisi itu seakan menceritakan status dirinya dengan seseorang saat ini. Sudah setahun lebih hatinya terpaut pada seseorang, namun sampai saat ini tak ada kata cinta terucap dari mulut keduanya. Hanya tatapan mata mereka yang selalu berkata bahwa mereka saling mencintai. Pernah ia berfikir bahwa itu semua bukan cinta, tapi hati kecilnya menolak pendapatnyaitu, sebab apakah bukan cinta jika dalam setiap tatapan yang begitu lama antara ia dan orang itu selalu terselip getar-getar yang tak dapat dijabarkan dengan kata-kata, dan setiap malam selalu terombang ambing gelombang rindu?. “Oh Tuhan” keluh Fitri ”Apakah dia juga merindukan aku” “Ya aku merindukanmu” Fitri tersentak lalu bangun dari tidurnya. Mimpi, ah dia sedang bermimpi, diliriknya jam masih jam 2 dini hari. Lalu ia bangun menuju kamare mandi, kembali ia terhenyak membaca puisi yang menjadi tanda tanya dalam hidupnya selama ini. Lalu segera ia mengambil wudhuk dan bergegas menuju mushalla untuk melaksanakan sholat tahajjud. @_@ Hari itu, panas begitu membakar kulit, keringat mandikan sekujur tubuhnya. Bersama teman-temannya Fitri bercanda untuk melepaskan tegang setelah beberapa jam berada di bangku sekolah. “Hey, boleh tahu gak, rumahmu dimana?” Fitri tersentak, dilihatnya Arif tersenyum kepadanya setelah bertanya. “Deket kok” jawabnya gugup “Maaf Cuma nanya doang” “Gak apa-apa kok” Fitri tersenyum malu-malu. Hatinya bergemuruh beribu-ribu tanya. “Ye ada apa nech,kok tanya-tanya alamat rumah Fitri, jangan-jangan mau ngelamar” Rizma nyeletuk. “Apa-apa’an sich” sanggah Fitri, sambil menutup mulut Rizma dengan tangannya. “Punya tunangan?” Arif bertanya lagi. “Gak” “Alhamdulillah” “Kenapa?” “Gak apa-apa, hehehe” jawab Arif cengengesan lalu pergi dari hadapan Fitri dan teman-temannya. @_@ Malam terus saja berlalu, Arif terus saja mainkan gitarnya, sebatang rokok menyala terselip di jemarinya, lagu-lagu romantis tentang sebuah perasaan sudah begitu banyak ia senandungkan. Temannya, Fiko turut serta dalam lantunan lagu-lagu Arif. “Bung, beli rokok lagi, sudah tinggal bungkusnya doang nech..” “Sana beli” “Money...money endi..?” “Ngutang dului, besok siang beres” “Waduh, mendelik lagi entar tu pak Nohen padaku” “Kan udah latihan, hehehe” “Sial” Malam tampak semakin tua, guratan kerentaannya makin tampak dari heningnya susana malam itu. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. “Udahan yuk” “Ya ane udah ngantuk ne..” “Dasar onta Arab” ucap Arif pada Fiko yang sudah menjadi kebiasaannya. “Ketimbang loe, badut Inggris” “Hahahahahaha” keduanya tertawa terbahak-bahak, lalu pergi meninggalkan got tempat mereka cangkrukan. @_@ Hari terus saja berlalu, searah detak waktu yang terus bergulir. Pagi itu Arif memacu cepat laju sepeda motornya. Tanpa banyak kata, dia langsung masuk ke dalam kelas. Tak seperti biasa, matanya tak lagi nakal mencuri-curi pandang ke arah Fitri. Namun senyum tetap dia sungging ketika mereka beradu pandang. “Penghianat” bisiknya dalam hati lirih. Masih terngiang ucapan Rahman semalam. Fitri menjalin hubungan dengan seseorang yang baru ia kenal dalam study compratif di sekolah kemaren. Bel berbunyi, Arif langsung saja keluar kelas. Menuju tempat yang jauh dari keramaian. Sungguh ia tak habis fikir kenapa ini bisa terjadi. “Ada apa kawan?” tanya Fiko melihat Arif yang murung itu. “Dia hianatiku kawan” “Siapa?” “Fitri” “Kapan kalian resmi pacaran?” Arif tersentak mendengar pertanyaan Fiko. “Ya benar, kenapa aku harus cemburu dan mengatakan Fitri penghianat. Sedang antara kita tidak ada hubungan yang terikat. Kecuali mata kami yang terasa teramat indah bila saling bertatapan. Ya Allah, kenapa denganku ini, ampuni akau Ya Allah. Fit maafkan aku” bisik hatinya lirih. “Bengung, kapan kalian jadian?” “Gak ada” “Kok bisa bilang Fitri penghianat?” “Entahlah” “Jangan-jangan naksir Fitri ne..!” Arif tak menyahut, dia bingung. “Egois..egois, aku egois” bisik hatinya. Matahari makin panas, suasana ramai tampak menghiasi halaman sekolah. Lalu lalang siswa yang mau pulang tampak meredam panasnya matahari yang menyengat. “Fit” sapa Arif “Ya” “Emmmm, apa ya..” “Mang ada apa?” Fitri penasaran “Sorry gak ada” “Ya udah, gak apa-apa” “Maaf ya” “Sama-sama” Arif pun berlalu, menuju sepeda motornya. Tak seperti tadi pagi kali ini Arif memacu sepeda motornya pelan-pelan saja. @_@ Dua bulan sudah, Arif berusaha melupakan perasaannya sama Fitri. Namun usahanya itu sia-sia belaka, malah makin menambah ia merasa benar-benar menicintai Fitri. “Tidak, aku tidak boleh jatuh cinta lagi pada Fitri, dia telah memiliki cinta dan itu bukan untukku. Aku harus pergi dan melupakannya. Oh Tuhan, aku tak bisa” teriak bathin Arif dalam setiap lamunannya. Lain halnya denga Fitri, dibenaknya tak habis fikir dengan perubahan Arif kepadanya, yang biasanya Arif murah senyum, sekarang berubah menjadi pendiam bila berada di depannya. Bahkan ketika ia mencoba menatap, Arif selalu merunduk seperti sedih bertatapan dengannya, tak seperti biasanya mereka selalu bertatapan begitu lama yang selalu diakhiri dengan senyuman manis mereka berdua. Dalam tahajudnya yang sering ia lakukan tiap malam bersama sebagian teman-temannya di mushala, dia berkeluh pada Tuhan “Ya Allah, kenapa semua berubah seperti ini, apakah ini jawaban dari doa-doa hamba selama ini. Ya Allah berilah petunjukmu, tentang perasaan hatiku” tak terasa buliran air mata membasahi pipimu. @_@ Pagi itu, Fitri siap-siap berangkat sekolah. Dalam perjalanan menuju sekolah seperti biasa dia ditemani Rosa. “Fit, aku mendengar kabar dari Fiko kemarin tentang Arif” Rosa membuka pembicaraan, Fitri kaget atas ucapan Rosa Barusan. “Kau mau dengar gak?” “Ya bawel” “Maaf nona bawel gak mau ngomong” “Sorry nona manis..nis..nis..” “Nah itu baru sohib besth the besth” “Ya udah langsung ngomong aja” “Fiko kemaren cerita padaku, katanya Arif itu suka sama kamu. Kenapa Arif sekarang tampak pendiam, itu akib...” “Ya kenapa ya” sanggah Fitri “Nyerocos aja, mau lanjut gak” “Ya nona manis sejagat” “Serius nech..! begini. Ingat gak waktu kamu di tembak Adi pas kegiatan study compratif kemaren?’ “Ya inget” “Nah itu gara-garanya, kata Fiko Arif curhat masalah itu. Arif merasa cemburu dan merasa dihianati olehmu. Tapi kemudian dia menyadari status kalian berdua setelah Fiko bertanya kapan kalian jadian. Arif pun berusaha melupakanmu karna tak ingin mengganggu cinta yang telah tumbuh di hatimu pada Adi. Meski sejujurnya Arif menyayangimu” Bel masuk berbunyi, mereka berdua segera masuk kelas. Sesampainya di dalam kelas. Seperti yang sudah terjadi beberapa waktu ini. Fitri melihat wajah Arif tak seperti biasanya yang selalu ceria dan murah senyum bila bertemu dengannya dan diteruskan dengan tatapan-tatapan lama, entah sebagai apa. Ketika pelajaran berlangsung Fitri tak konsen, sesekali matanya menatap lirih Arif yang duduk tak jauh dari bangkunya. “Rif, maafkan aku telah sakiti hatimu. Tahukah aku itu mencintaimu. Dan jujur aku pula merasa cemburu ketika melihatmu kau bercanda mesra dengan cewek lain” bisik hatinya. “Arif, akhir-akhir bapak lihat kau sering melamun. Ada masalah apa?” Arif terkejut, lalu walau tampak terpaksa ia mencoba tersenyum kepada pak Hendra guru bahasa Indonesia. “Hehehe, maaf pak. Gak ada apa-apa, hanya badan sedikit kurang fit” “Kenapa tidak ijin” “Gak apa-apa pak” “Ya udah sekarang konsentrasi, dan tugas kamu membacakan puisi yang suruh bapak buat sendiri” Tepuk tangan meriah bergemuruh dalam kelas, Arif maju kedepan dan membuka selembar kertas dari saku bajunya. “Maaf sebelumnya, sebab mungkin puisi saya ini sangatlah jelek kalimatnya” semua diam, tak suara sedikitpun. Kecuali suara-suara dari kelas sebelah yang hanya berbatas dinding. MIMPI MERAIH BULAN Aku berteriak lantang Ku cakar langit yang biru Dengan tajamnya hatiku Biarkan aku mendekat Dia rembulanku Biarkan aku memeluknya Dan membawanya ke ranjang bumiku Tolong jangan halangi aku Wahai langit Wahai awan Minggir aku ingin meraih bulanku Aku tak peduli darah mengalir ditubuhku Aku tak peduli nyawa melayang dari ragaku Aku mohon biarkan, biarkan dan biarkan Aku mendekat ke sisi rembulanku “Tidak kau bermimpi” Suara itu menghilang tanpa jejak Ya Allah, apa yang terjadi padaku..? Februari 2011. Arif menutup lembaran itu, namun suasana masih hening. Terlihat Fitri meneteskan air mata, namun segera ia menghapusnya, sebelum ketahuan yang lain. Tiba-tiba tepuk tangan meriah kembali bergemuruh dalam kelas itu setelah pak Hendra memulainya. “Terima kasih Rif, puisi yang bagus dan dibacakan dengan indah sehingga menghasilkan harmonisasi jiwa yang membuat melayang para pendengarnya. Sekarang giliran yang lain” satu persatu, siswa membacakan puisi hasil karyanya yang merupakan tugas bahasa Indonesia. Lambat laun, tiba juga bagian Fitri membacakan hasil karya puisinya. Setelah disuruh sama pak Hendra, Fitri maju ke depan untuk menunaikan tugasnya. Fitri membuka bukunya, seraya tersenyum dan merunduk ijin ke pak Hendra. Dia menarik nafas dalam-dalam. “Bismillahirrahmanirrahiem” ucapnya memulai pembacaan puisinya.. Selang beberap waktu ditunggu, namun Fitri belum juga membacakan puisinya. Perlahan tampak dari kelopak matanya butiran mutiara hatinya bercucuran menggelinding diantara lekuk pipinya dan kandas diantara jilbabnya. Semua mata dalam kelas itu, menatapnya penuh tanya, “ada apa ini?” bisik mereka. Begitupun pak Hendra. Mereka saling melihat-lihat untuk mendapat jawaban dari apa yang dilakukan Fitri di depan. Tiba-tiba, Tidaaaaak... Tidaaaaak... Tidaaaaak... Leburlah aku Tidaaaaak... Tidaaaaak... Tidaaaaak... Aku tak kuat Tidaaaaak... Tidaaaaak... Tidaaaaak... Aku bingung Benarkah tatapanmu adalah isyarah cinta? “Sekian terima kasih” ucap Fitri. Semua bertepuk tangan. Riuh seketika dalam ruangan oleh tepuk tangan. Kini terjawab sudah pertanyaan mereka, sehingga hati terasa lega. Fitri melangkah ke tempat duduknya. Tak lama bersekllang bel pulang berbunyi. Dengan khidmat anak-anak membaca doa. Setelah pak Hendra mengucapkan anak-anak secara bergiliran mencium tangan pak Hendra dan beranjak keluar pulang. @_@ Tiga bulan berlalu sudah. Pagi itu, seperti biasanya, halaman sekolah ramai oleh rutinitas apel sekoah yang dilaksanakan setiap hari senin. Langit di atas tampak cerah, awan putih yang jernih tampak seperti sayap putih malaikat. Arif melangkahkan kakinya menuju Fitri, dia membawa sebuah buku ditangannya. Sesampainya di dekat Fitri, “Ehem...ehem...eheeeeeemmm” suara-suara asing itu keluar dari mulut anak-anak cewek yang lagi bersama Fitri atau berada tak jauh dari Fitri. “ Ini bukunya,tanks ya..” “ Ya Sama-sama” jawab Fitri seraya mengambil buku yang dikasih oleh Arif. Kemudian Arif melangkah pergi meninggalkan Fitri dan teman-temannya. Selang beberapa saat Arif pergi, Fitri mencoba membuka buku yang baru saja diberikan oleh Arif. Sebenarnya buku itu adalah buku catatan yang dipinjam oleh Arif kemarin sebab tidak masuk akibat sakit. Fitri terkejut, karena dilipatan buku yang dibuka terdapat selembar kertas terlipat rapi dan sebuah tulisan “For You”. Perlahan Fitri mebuka lipatan surat itu dan membaca isi surat itu. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sebelumnya terima kasih aku sampaikan atas pinjaman buku catatannya. Oh ya...! sejujurnya aku kagum pada puisimu yang di pajang di Mading sekolah. Aku membacanya begitu kentalnya perasaan sang penulisnya pada keadaannya yang terpasung oleh keragu-reaguan cintanya. Dan sungguh, beberapa puisimu berketepatan dengan apa yang terjadi padaku. Jika boleh, aku ingin menyimpan catatan puisimu dalam buku harianku. Namun jika tidak, aku tak kan memaksa. Terima kasih disampaikan untukmu. Arief. “Tahukah bahwa semua puisi itu aku buat untukmu, aku tak mengerti setiap tatapan matamu yang dalam kepadaku. Dan tahukah pula setiap tatapanmu telah melahirkan bibit-bibit cinta yang berbuah rindu dan menyiksa malam-malamku.” Bisik hati Fitri sehabis membaca surat itu. “ Fit, ayo masuk, itu pak Amin dah menuju kelas” Fitri tersentak kaget dari lamunannya. Tangan Rosa menyeretnya dan ia pun melangkah menuju kelas. “Anak-anak, kali ini bapak akan memberikan tugas pada kalian untuk membuat makalah secara kelompok.” Kata pak Amin pada anak-anak, dan dijawab oleh suara riuh. “ Capek paaaaak...” jawab anak-anak serentak. Namun semua itu ditanggapi dengan senyuman oleh pak Amin. “ Begini, tugas pembuatan makalah kali ini judulnya ditentukan oleh saya. Hanya satu judul saja, silahkan kalian cari referensinya nanti bersama-sama” “Maaf pak, judulnya apa?” Lina mencoba bertanya. “ Judulnya adalah, Pilih Ta’aruf atau Pacaran” ucap pak Amin. “ Pilih pacaran pak?” jawab anak-anak bersamaan dibarengi suara tawa mereka. “ Waduh terus siapa yang jadi cowoknya saya pak” ucap Lia menambah tawa kian riuh. “ Sudah cukup ketawanya. Sekarang silahkan baca doanya” pak Amin membenahi bukunya, sedang anak-anak membaca doa dengan khidmat. @_@ “ Fit...Fit...Fit “ Fitri menoleh, dia menutup Al-Qur’an yang dia baca. Hari itu panas begitu terik. Desir angin yang bertiup tak mampu meredam rasa panas yang menguliti tubuh. Gerah seperti memandikan sekujur tubug. “ Ada apa Ros..?” “ Aku denger kabar, barusan dari ibuku” “ Mang ibumu dah pulang? “ Ya baru aja” “ Trus kabar apa?” “ Maaf ya Fit, aku juga dengar dari ibu” “ Ya kabar apa non..?” “ Arif...Fit..!” Fitri menatap Rosa dalam-dalam, sedang hatinya seketika tak menentu. “ Kenapa Ros..?” “ Arif, kemarin sore kata ibuku jatuh pingsan, trus dibawa kerumah sakit” “ Sakit, maksudmu?” “ Buka hanya itu Fit” Rosa menarik nafas sebentar “ Setelah diperiksa ke dokter, hasil cek up-nya menerangkan bahwa Arif di vonis mengidap penyakit Kanker Otak dan sudah stadium akhir alias kronis. Kabarnya pula tak lama lagi Arif menurut analisis dokter akan pergi meninggalkan dunia ini...” “ Apa..!” Fitri merunduk, air matanya menetes. Al-Qur’an ditangannya terlepas. Dia merunduk bersujud ke hamparan sajadah. “ Ya Allah, inikah jawaban doaku kepadaMu. Untuk menjauhkan Arif dari hidupku jika dia memang bukan jodohku. Tapi sungguh bukan seperti ini yang saya harapkan. Aku tak mau dia mati, meski aku tak harus milikinya. Aku ingin dia bahagia Tuhan...! senyumnya adalah bagian nafasku, aku mencintainya Tuhan, aku menyayanginya”. Bisik doa Fitri dalam hati, tak terbendung lagi air matanya begitu deras mengalir. Betapa tidak orang yang selama ini menghuni hatinya akan pergi untuk selama-lamanya. “ Fit, maafkan aku” ucap Rosa lirih “ Tidak Ros, kau tak bersalah, bahkan aku mengucapkan terima kasih padamu. Tapi, apakah salah aku bersedih, sedang diantara kami belum ada ikatan yang pasti...?” “ Kau mencintainya Fit, kau berhak bersedih dan menangis semaumu. Aku tahu bagaimana perihnya perasaanmu mendengar kabar orang yang selama ini akan pergi meninggalkanmu untuk selama-lamanya, meski itu hanya sebatas perkiraan dokter pada penyakit Arif. Tapi semua tergantung yang di atas, marilah kita berdoa, semoga Arif masih bisa sembuh”. “ Ya Ros...” Fitri tak kuasa menahan tangisnya, ia memeluk Rosa sambil menangis. Haripun makin beranjak tua, di ufuk semburat mega mulai mencakar tebing langit. Dan mungkin sebentar lagi malam akan datang. @_@ Arif melangkahkan kakinya,memasuki kelas. Hari ini adalah hari pertama Arif masuk sekolah setelah sekitar dua minggu dia menghunni rumah sakit akibat sakit yang di deritanya. Senyum manisnya tampak tersungging dibibirnya meski tak dapat dibohongi bahwa dibalik senyumnya itu tersimpan rahasia besar tentang kehidupannya. “ Assalamu’alaikum, apa kabar semuanya” ucap Arif kepada teman-temannya. “ Hey bung, udah sembuh tah” tanya Fiko dari bangku paling belakang. “ Alhamdulillah, berkat doa dari semua. Sehingga hari ini, aku bisa berkumpul dengan kalian semua disini” “ Tapi sebenarnya yang paling berbahagia hari adalah Fitri...hahahaha” celoteh Fiko, disambut suara... “Huuuuuuuuuuuuuuu” kelas menjadi riuh. “ Ayo Fit bangun, peluk dia Angling Darnanya...hahahah” lanjut Fiko, membuat Fitri tertunduk malu, terlihat wajahnya memerah merasa malu akibat ulah Fiko. “ Hey semuanya, emang ya cinta ditolak mulut cerewet, kan biasanya dukun bertindak” Rosa memotong keriuhan itu seraya melihat ke arah Fiko yang masih cengengesan. “ Eit tunggu dulu, mang Fiko naksir siapa yang di tolak..?” ucap Edi “ Tanya sendiri ma Fiko” “ Bos, memang betul..?” Edi bertanya sama Fiko, yang ditanya malah tertawa. “ Naksir sama nona Rosa yang cerewet kayak Mak Lampir...hahahaha” disambut tawa riuh yang lain. Rosa melempar buku ke arah Fiko, karena saking kesalnya dia. “ Sampek kiamatpun, kalau you kerempeng naksir aku, aku gak akan nerima kamu lidi jadi cowokku... Amit-amit dech, and betul banget jika Fitri juga menolakmu !” suara Rosa berteriak lantang “ Whaaaaaat...?” Edi terkejut, Fiko menundukkan wajahnya malu. Sedang Arif melirik ke arah Fitri yang disambut senyum oleh Fitri. Bel masuk berbunyi, semua diam dan kembali ke bangku masing-masing seraya merapikan duduk. @_@ Fiko berlari mengejar Fiko yang sudah ada di depannya, dengan terengah-engah dia mendekati Arif yang berjalan pulang bersama teman-teman yang lain. “ Bung tunggu bentar..” ucap Fiko sambil terengah-engah “ Ya ada apa Fik?” “ Soal tadi aku minta maaf” “ Gak apa-apa kawan, itu manusiawi kok” “ Tapi...!” “ Udahlah, lagian aku juga hanya di jodoh-jodohin anak-anak doang ma Fitri” “ Tapi kamu cinta kan?” Arif menatap Fiko. Kemudian ia tertunduk. “ Entahlah kawan, sekarang aku mulai ragu dengan diriku. Aku tak mau menyakiti hati siapapun, apalagi Fitri..” “ Maksudmu..?” “ Udahlah, nanti kau akan mengerti juga kenapa aku berkata begini” “ Maaf, memang beneran kamu dah ditunangin ma sepupumu yang di jawa itu” “ Mungkin..!” jawab Arif santai. Hari semakin terik, rasa panasnya makin terasa menguliti kulit. Arif terus saja melangkah menuju rumahnya. @_@ Menembus kegelapan, mobil oplet itu terus melaju cepat dengan cahayanya yang mulai meredup karena usianya yang sudah tua. Disebuah rumah praktek dokter, mobil itu berhenti. Arif bersama ayah dan ibunya keluar dari dalam oplet tersebut, kemudian disusul sopirnya yang langsung duduk di ruang tunggu khusus parkir. “ Bapak, ibu dan Arif. Dengan berat hati saya katakan, bahwa kanker otak yang Arif alami makin parah dan sudah kategori stadium 4. dan sekali lagi maaf, menurut analisa ilmu kedokteran, harapan untuk hidup sangat tipis. Dan dari hasil yang saya dapatkan dari laboratorium, bahwa analisis saya, sisa hidup Arif hanya tinggal beberapa bulan”. Dokter Firman menghentikan omongannya. “ Arif, maafkan ibu nak...” ibunya memeluk Arif dengan menangis lirih. Diciumnya Arif yang masih terpegun tak percaya atas apa yang baru saja di ucapakan oleh dokter. “ Tapi, bapak, ibu dan Arif, saya hanya dokter. Hidup dan mati manusia itu ada di tangan Tuhan. Marilah kita berusaha, siapa tahu masih ada keajaiban dari Tuhan, Arif bisa sembuh” lanjut dokter Firman. “ Tidaaaaaaaaaaaaaaaak...” Arif berteriak histeris, membuat ibunya tak kuasa dan terjatuh pingsan. “ Ibuuuu, bangun bu. Cukuplah Arif yang alami ini semua. Ibu bangun bu” Arif bergegas merangkukl ibunya sambil menangis histeris meraih dan memapah ibunya yang terjatuh pingsan, dengan dibantu oleh dokter Firman dan ayahnya yang tanpa disadari juga meneteskan air mata. Selang beberapa saat, ibu Arif pun siuman dari pingsannya. Tanpa menunggu langsung memeluk Arif erat-erat, dihatinya masih tak percaya ia akan ditinggalkan selamanya oleh anak tercintanya. “ Ibu, sudahlah. Semua ini hanya pendapat dokter, Allah maha penentu semuanya.” “ Tidak, ibu tak mau kehilanganmu, ibu sayang padamu nak. Ibu cinta padamu. Jika bisa, berikan penyakitmu itu pada ibu. Sungguh ibu rela dan ikhlas menerimanya.” “ Tidak bu, ini milik aku. Apapun yang terjadi sama aku, ibu harus tegar dan tabah. Ada Rina yang masih membutuhkan kasih sayang ibu” “ Anakku, cinta ibu padamu dan adikmu melebihi adanya nyawa ibu.” “ Ya bu, aku mengerti itu. Tapi semua ini sudah takdir Allah, tapi aku tak akan berputus asa untuk meminta kesembuhan padaNya. Tapi jika memang mati yang digariskan Allah, aku ikhlas bu, dan kuharap ibu juga ikhlas melapasku kepangkuanNya” : Tidak, tidak, tidaaak...! kau tak boleh berkata begitu, ibu sayang padamu. ibumu ingin mati bersamammu nak” “ Ibu harus sadar, terima semua ini dengan ikhlas jika memang benar-benar terjadi.ingat masih ada Rina anakmu” Waktu terus saja berlalu, oplet itu kembali melaju menemmbus kegelapan. Bersambung.....
PUISI DINDDING
Oretan di dinding itu begitu menggugah, bahasa rindu yang terurai begitu kuat menggambarkan betapa perihnya derita hati sang penulisnya. Fitri tersentak, segera ia menyelesaikan wudhu’nya, setelah mendengar suara iqomah dan bergegas menuju mushalla untuk shalat berjamaah. “Asslamu’alaikum” semua jamaah menyelesaikan sholatnya, kemudian di lanjutkan dengan dzikir seperti biasa, lalu wejangan dari imam. “Fit, kenapa kamu murung?” tanya Rosa waktu melihat Fitri banyak melamun. “Gak ada apa-apa kok” jawab fitri kalem. “Oh, ya udah aku balik pulang duluan” “Okay my sweet” Rosa berlalu meninggalkan Fitri sendirian di beranda mushalla. “Siapa ya pembuat puisi itu” bisiknya dalam hati yang masih penasaran pada keberadaan puisi di dinding tersebut. Apa yang harus aku urai mata ini tertutup menatapnya bibir ini bisu di dekatnya apakah cinta ini tercipta misteri walau sepertinya hati berkata ini rasa sepasang kekasih yang harus saling setia “Hey ayo ngelamunin siapa?” Fitri tersentak,tiba-tiba Rosa sudah berdiri di dekatnya. “Gak ada, aku hanya mikirin PR dari pak Adi itu” Jawab Fitri terbata-bata. “Ye...!” Fitri coba meraih Rosa sebab kesal di ledekin. Rosa berkelit dan berlari jauh seraya menjulurkan lidahnya ke arah Fitri. @_@ Hari demi hari berlalu, dan sudah sebulan penuh Fitri larut dalam rasa penasarannya. Hampir tiap hari dan malam benak Fitri berkecamuk tentang siapa penulis puisi tersebut. Sebenarnya bukan siapa pencipta puisi tersebut yang menjadi beban pikirannya. Tapi puisi itu seakan menceritakan status dirinya dengan seseorang saat ini. Sudah setahun lebih hatinya terpaut pada seseorang, namun sampai saat ini tak ada kata cinta terucap dari mulut keduanya. Hanya tatapan mata mereka yang selalu berkata bahwa mereka saling mencintai. Pernah ia berfikir bahwa itu semua bukan cinta, tapi hati kecilnya menolak pendapatnyaitu, sebab apakah bukan cinta jika dalam setiap tatapan yang begitu lama antara ia dan orang itu selalu terselip getar-getar yang tak dapat dijabarkan dengan kata-kata, dan setiap malam selalu terombang ambing gelombang rindu?. “Oh Tuhan” keluh Fitri ”Apakah dia juga merindukan aku” “Ya aku merindukanmu” Fitri tersentak lalu bangun dari tidurnya. Mimpi, ah dia sedang bermimpi, diliriknya jam masih jam 2 dini hari. Lalu ia bangun menuju kamare mandi, kembali ia terhenyak membaca puisi yang menjadi tanda tanya dalam hidupnya selama ini. Lalu segera ia mengambil wudhuk dan bergegas menuju mushalla untuk melaksanakan sholat tahajjud. @_@ Hari itu, panas begitu membakar kulit, keringat mandikan sekujur tubuhnya. Bersama teman-temannya Fitri bercanda untuk melepaskan tegang setelah beberapa jam berada di bangku sekolah. “Hey, boleh tahu gak, rumahmu dimana?” Fitri tersentak, dilihatnya Arif tersenyum kepadanya setelah bertanya. “Deket kok” jawabnya gugup “Maaf Cuma nanya doang” “Gak apa-apa kok” Fitri tersenyum malu-malu. Hatinya bergemuruh beribu-ribu tanya. “Ye ada apa nech,kok tanya-tanya alamat rumah Fitri, jangan-jangan mau ngelamar” Rizma nyeletuk. “Apa-apa’an sich” sanggah Fitri, sambil menutup mulut Rizma dengan tangannya. “Punya tunangan?” Arif bertanya lagi. “Gak” “Alhamdulillah” “Kenapa?” “Gak apa-apa, hehehe” jawab Arif cengengesan lalu pergi dari hadapan Fitri dan teman-temannya. @_@ Malam terus saja berlalu, Arif terus saja mainkan gitarnya, sebatang rokok menyala terselip di jemarinya, lagu-lagu romantis tentang sebuah perasaan sudah begitu banyak ia senandungkan. Temannya, Fiko turut serta dalam lantunan lagu-lagu Arif. “Bung, beli rokok lagi, sudah tinggal bungkusnya doang nech..” “Sana beli” “Money...money endi..?” “Ngutang dului, besok siang beres” “Waduh, mendelik lagi entar tu pak Nohen padaku” “Kan udah latihan, hehehe” “Sial” Malam tampak semakin tua, guratan kerentaannya makin tampak dari heningnya susana malam itu. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. “Udahan yuk” “Ya ane udah ngantuk ne..” “Dasar onta Arab” ucap Arif pada Fiko yang sudah menjadi kebiasaannya. “Ketimbang loe, badut Inggris” “Hahahahahaha” keduanya tertawa terbahak-bahak, lalu pergi meninggalkan got tempat mereka cangkrukan. @_@ Hari terus saja berlalu, searah detak waktu yang terus bergulir. Pagi itu Arif memacu cepat laju sepeda motornya. Tanpa banyak kata, dia langsung masuk ke dalam kelas. Tak seperti biasa, matanya tak lagi nakal mencuri-curi pandang ke arah Fitri. Namun senyum tetap dia sungging ketika mereka beradu pandang. “Penghianat” bisiknya dalam hati lirih. Masih terngiang ucapan Rahman semalam. Fitri menjalin hubungan dengan seseorang yang baru ia kenal dalam study compratif di sekolah kemaren. Bel berbunyi, Arif langsung saja keluar kelas. Menuju tempat yang jauh dari keramaian. Sungguh ia tak habis fikir kenapa ini bisa terjadi. “Ada apa kawan?” tanya Fiko melihat Arif yang murung itu. “Dia hianatiku kawan” “Siapa?” “Fitri” “Kapan kalian resmi pacaran?” Arif tersentak mendengar pertanyaan Fiko. “Ya benar, kenapa aku harus cemburu dan mengatakan Fitri penghianat. Sedang antara kita tidak ada hubungan yang terikat. Kecuali mata kami yang terasa teramat indah bila saling bertatapan. Ya Allah, kenapa denganku ini, ampuni akau Ya Allah. Fit maafkan aku” bisik hatinya lirih. “Bengung, kapan kalian jadian?” “Gak ada” “Kok bisa bilang Fitri penghianat?” “Entahlah” “Jangan-jangan naksir Fitri ne..!” Arif tak menyahut, dia bingung. “Egois..egois, aku egois” bisik hatinya. Matahari makin panas, suasana ramai tampak menghiasi halaman sekolah. Lalu lalang siswa yang mau pulang tampak meredam panasnya matahari yang menyengat. “Fit” sapa Arif “Ya” “Emmmm, apa ya..” “Mang ada apa?” Fitri penasaran “Sorry gak ada” “Ya udah, gak apa-apa” “Maaf ya” “Sama-sama” Arif pun berlalu, menuju sepeda motornya. Tak seperti tadi pagi kali ini Arif memacu sepeda motornya pelan-pelan saja. @_@ Dua bulan sudah, Arif berusaha melupakan perasaannya sama Fitri. Namun usahanya itu sia-sia belaka, malah makin menambah ia merasa benar-benar menicintai Fitri. “Tidak, aku tidak boleh jatuh cinta lagi pada Fitri, dia telah memiliki cinta dan itu bukan untukku. Aku harus pergi dan melupakannya. Oh Tuhan, aku tak bisa” teriak bathin Arif dalam setiap lamunannya. Lain halnya denga Fitri, dibenaknya tak habis fikir dengan perubahan Arif kepadanya, yang biasanya Arif murah senyum, sekarang berubah menjadi pendiam bila berada di depannya. Bahkan ketika ia mencoba menatap, Arif selalu merunduk seperti sedih bertatapan dengannya, tak seperti biasanya mereka selalu bertatapan begitu lama yang selalu diakhiri dengan senyuman manis mereka berdua. Dalam tahajudnya yang sering ia lakukan tiap malam bersama sebagian teman-temannya di mushala, dia berkeluh pada Tuhan “Ya Allah, kenapa semua berubah seperti ini, apakah ini jawaban dari doa-doa hamba selama ini. Ya Allah berilah petunjukmu, tentang perasaan hatiku” tak terasa buliran air mata membasahi pipimu. @_@ Pagi itu, Fitri siap-siap berangkat sekolah. Dalam perjalanan menuju sekolah seperti biasa dia ditemani Rosa. “Fit, aku mendengar kabar dari Fiko kemarin tentang Arif” Rosa membuka pembicaraan, Fitri kaget atas ucapan Rosa Barusan. “Kau mau dengar gak?” “Ya bawel” “Maaf nona bawel gak mau ngomong” “Sorry nona manis..nis..nis..” “Nah itu baru sohib besth the besth” “Ya udah langsung ngomong aja” “Fiko kemaren cerita padaku, katanya Arif itu suka sama kamu. Kenapa Arif sekarang tampak pendiam, itu akib...” “Ya kenapa ya” sanggah Fitri “Nyerocos aja, mau lanjut gak” “Ya nona manis sejagat” “Serius nech..! begini. Ingat gak waktu kamu di tembak Adi pas kegiatan study compratif kemaren?’ “Ya inget” “Nah itu gara-garanya, kata Fiko Arif curhat masalah itu. Arif merasa cemburu dan merasa dihianati olehmu. Tapi kemudian dia menyadari status kalian berdua setelah Fiko bertanya kapan kalian jadian. Arif pun berusaha melupakanmu karna tak ingin mengganggu cinta yang telah tumbuh di hatimu pada Adi. Meski sejujurnya Arif menyayangimu” Bel masuk berbunyi, mereka berdua segera masuk kelas. Sesampainya di dalam kelas. Seperti yang sudah terjadi beberapa waktu ini. Fitri melihat wajah Arif tak seperti biasanya yang selalu ceria dan murah senyum bila bertemu dengannya dan diteruskan dengan tatapan-tatapan lama, entah sebagai apa. Ketika pelajaran berlangsung Fitri tak konsen, sesekali matanya menatap lirih Arif yang duduk tak jauh dari bangkunya. “Rif, maafkan aku telah sakiti hatimu. Tahukah aku itu mencintaimu. Dan jujur aku pula merasa cemburu ketika melihatmu kau bercanda mesra dengan cewek lain” bisik hatinya. “Arif, akhir-akhir bapak lihat kau sering melamun. Ada masalah apa?” Arif terkejut, lalu walau tampak terpaksa ia mencoba tersenyum kepada pak Hendra guru bahasa Indonesia. “Hehehe, maaf pak. Gak ada apa-apa, hanya badan sedikit kurang fit” “Kenapa tidak ijin” “Gak apa-apa pak” “Ya udah sekarang konsentrasi, dan tugas kamu membacakan puisi yang suruh bapak buat sendiri” Tepuk tangan meriah bergemuruh dalam kelas, Arif maju kedepan dan membuka selembar kertas dari saku bajunya. “Maaf sebelumnya, sebab mungkin puisi saya ini sangatlah jelek kalimatnya” semua diam, tak suara sedikitpun. Kecuali suara-suara dari kelas sebelah yang hanya berbatas dinding. MIMPI MERAIH BULAN Aku berteriak lantang Ku cakar langit yang biru Dengan tajamnya hatiku Biarkan aku mendekat Dia rembulanku Biarkan aku memeluknya Dan membawanya ke ranjang bumiku Tolong jangan halangi aku Wahai langit Wahai awan Minggir aku ingin meraih bulanku Aku tak peduli darah mengalir ditubuhku Aku tak peduli nyawa melayang dari ragaku Aku mohon biarkan, biarkan dan biarkan Aku mendekat ke sisi rembulanku “Tidak kau bermimpi” Suara itu menghilang tanpa jejak Ya Allah, apa yang terjadi padaku..? Februari 2011. Arif menutup lembaran itu, namun suasana masih hening. Terlihat Fitri meneteskan air mata, namun segera ia menghapusnya, sebelum ketahuan yang lain. Tiba-tiba tepuk tangan meriah kembali bergemuruh dalam kelas itu setelah pak Hendra memulainya. “Terima kasih Rif, puisi yang bagus dan dibacakan dengan indah sehingga menghasilkan harmonisasi jiwa yang membuat melayang para pendengarnya. Sekarang giliran yang lain” satu persatu, siswa membacakan puisi hasil karyanya yang merupakan tugas bahasa Indonesia. Lambat laun, tiba juga bagian Fitri membacakan hasil karya puisinya. Setelah disuruh sama pak Hendra, Fitri maju ke depan untuk menunaikan tugasnya. Fitri membuka bukunya, seraya tersenyum dan merunduk ijin ke pak Hendra. Dia menarik nafas dalam-dalam. “Bismillahirrahmanirrahiem” ucapnya memulai pembacaan puisinya.. Selang beberap waktu ditunggu, namun Fitri belum juga membacakan puisinya. Perlahan tampak dari kelopak matanya butiran mutiara hatinya bercucuran menggelinding diantara lekuk pipinya dan kandas diantara jilbabnya. Semua mata dalam kelas itu, menatapnya penuh tanya, “ada apa ini?” bisik mereka. Begitupun pak Hendra. Mereka saling melihat-lihat untuk mendapat jawaban dari apa yang dilakukan Fitri di depan. Tiba-tiba, Tidaaaaak... Tidaaaaak... Tidaaaaak... Leburlah aku Tidaaaaak... Tidaaaaak... Tidaaaaak... Aku tak kuat Tidaaaaak... Tidaaaaak... Tidaaaaak... Aku bingung Benarkah tatapanmu adalah isyarah cinta? “Sekian terima kasih” ucap Fitri. Semua bertepuk tangan. Riuh seketika dalam ruangan oleh tepuk tangan. Kini terjawab sudah pertanyaan mereka, sehingga hati terasa lega. Fitri melangkah ke tempat duduknya. Tak lama bersekllang bel pulang berbunyi. Dengan khidmat anak-anak membaca doa. Setelah pak Hendra mengucapkan anak-anak secara bergiliran mencium tangan pak Hendra dan beranjak keluar pulang. @_@ Tiga bulan berlalu sudah. Pagi itu, seperti biasanya, halaman sekolah ramai oleh rutinitas apel sekoah yang dilaksanakan setiap hari senin. Langit di atas tampak cerah, awan putih yang jernih tampak seperti sayap putih malaikat. Arif melangkahkan kakinya menuju Fitri, dia membawa sebuah buku ditangannya. Sesampainya di dekat Fitri, “Ehem...ehem...eheeeeeemmm” suara-suara asing itu keluar dari mulut anak-anak cewek yang lagi bersama Fitri atau berada tak jauh dari Fitri. “ Ini bukunya,tanks ya..” “ Ya Sama-sama” jawab Fitri seraya mengambil buku yang dikasih oleh Arif. Kemudian Arif melangkah pergi meninggalkan Fitri dan teman-temannya. Selang beberapa saat Arif pergi, Fitri mencoba membuka buku yang baru saja diberikan oleh Arif. Sebenarnya buku itu adalah buku catatan yang dipinjam oleh Arif kemarin sebab tidak masuk akibat sakit. Fitri terkejut, karena dilipatan buku yang dibuka terdapat selembar kertas terlipat rapi dan sebuah tulisan “For You”. Perlahan Fitri mebuka lipatan surat itu dan membaca isi surat itu. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sebelumnya terima kasih aku sampaikan atas pinjaman buku catatannya. Oh ya...! sejujurnya aku kagum pada puisimu yang di pajang di Mading sekolah. Aku membacanya begitu kentalnya perasaan sang penulisnya pada keadaannya yang terpasung oleh keragu-reaguan cintanya. Dan sungguh, beberapa puisimu berketepatan dengan apa yang terjadi padaku. Jika boleh, aku ingin menyimpan catatan puisimu dalam buku harianku. Namun jika tidak, aku tak kan memaksa. Terima kasih disampaikan untukmu. Arief. “Tahukah bahwa semua puisi itu aku buat untukmu, aku tak mengerti setiap tatapan matamu yang dalam kepadaku. Dan tahukah pula setiap tatapanmu telah melahirkan bibit-bibit cinta yang berbuah rindu dan menyiksa malam-malamku.” Bisik hati Fitri sehabis membaca surat itu. “ Fit, ayo masuk, itu pak Amin dah menuju kelas” Fitri tersentak kaget dari lamunannya. Tangan Rosa menyeretnya dan ia pun melangkah menuju kelas. “Anak-anak, kali ini bapak akan memberikan tugas pada kalian untuk membuat makalah secara kelompok.” Kata pak Amin pada anak-anak, dan dijawab oleh suara riuh. “ Capek paaaaak...” jawab anak-anak serentak. Namun semua itu ditanggapi dengan senyuman oleh pak Amin. “ Begini, tugas pembuatan makalah kali ini judulnya ditentukan oleh saya. Hanya satu judul saja, silahkan kalian cari referensinya nanti bersama-sama” “Maaf pak, judulnya apa?” Lina mencoba bertanya. “ Judulnya adalah, Pilih Ta’aruf atau Pacaran” ucap pak Amin. “ Pilih pacaran pak?” jawab anak-anak bersamaan dibarengi suara tawa mereka. “ Waduh terus siapa yang jadi cowoknya saya pak” ucap Lia menambah tawa kian riuh. “ Sudah cukup ketawanya. Sekarang silahkan baca doanya” pak Amin membenahi bukunya, sedang anak-anak membaca doa dengan khidmat. @_@ “ Fit...Fit...Fit “ Fitri menoleh, dia menutup Al-Qur’an yang dia baca. Hari itu panas begitu terik. Desir angin yang bertiup tak mampu meredam rasa panas yang menguliti tubuh. Gerah seperti memandikan sekujur tubug. “ Ada apa Ros..?” “ Aku denger kabar, barusan dari ibuku” “ Mang ibumu dah pulang? “ Ya baru aja” “ Trus kabar apa?” “ Maaf ya Fit, aku juga dengar dari ibu” “ Ya kabar apa non..?” “ Arif...Fit..!” Fitri menatap Rosa dalam-dalam, sedang hatinya seketika tak menentu. “ Kenapa Ros..?” “ Arif, kemarin sore kata ibuku jatuh pingsan, trus dibawa kerumah sakit” “ Sakit, maksudmu?” “ Buka hanya itu Fit” Rosa menarik nafas sebentar “ Setelah diperiksa ke dokter, hasil cek up-nya menerangkan bahwa Arif di vonis mengidap penyakit Kanker Otak dan sudah stadium akhir alias kronis. Kabarnya pula tak lama lagi Arif menurut analisis dokter akan pergi meninggalkan dunia ini...” “ Apa..!” Fitri merunduk, air matanya menetes. Al-Qur’an ditangannya terlepas. Dia merunduk bersujud ke hamparan sajadah. “ Ya Allah, inikah jawaban doaku kepadaMu. Untuk menjauhkan Arif dari hidupku jika dia memang bukan jodohku. Tapi sungguh bukan seperti ini yang saya harapkan. Aku tak mau dia mati, meski aku tak harus milikinya. Aku ingin dia bahagia Tuhan...! senyumnya adalah bagian nafasku, aku mencintainya Tuhan, aku menyayanginya”. Bisik doa Fitri dalam hati, tak terbendung lagi air matanya begitu deras mengalir. Betapa tidak orang yang selama ini menghuni hatinya akan pergi untuk selama-lamanya. “ Fit, maafkan aku” ucap Rosa lirih “ Tidak Ros, kau tak bersalah, bahkan aku mengucapkan terima kasih padamu. Tapi, apakah salah aku bersedih, sedang diantara kami belum ada ikatan yang pasti...?” “ Kau mencintainya Fit, kau berhak bersedih dan menangis semaumu. Aku tahu bagaimana perihnya perasaanmu mendengar kabar orang yang selama ini akan pergi meninggalkanmu untuk selama-lamanya, meski itu hanya sebatas perkiraan dokter pada penyakit Arif. Tapi semua tergantung yang di atas, marilah kita berdoa, semoga Arif masih bisa sembuh”. “ Ya Ros...” Fitri tak kuasa menahan tangisnya, ia memeluk Rosa sambil menangis. Haripun makin beranjak tua, di ufuk semburat mega mulai mencakar tebing langit. Dan mungkin sebentar lagi malam akan datang. @_@ Arif melangkahkan kakinya,memasuki kelas. Hari ini adalah hari pertama Arif masuk sekolah setelah sekitar dua minggu dia menghunni rumah sakit akibat sakit yang di deritanya. Senyum manisnya tampak tersungging dibibirnya meski tak dapat dibohongi bahwa dibalik senyumnya itu tersimpan rahasia besar tentang kehidupannya. “ Assalamu’alaikum, apa kabar semuanya” ucap Arif kepada teman-temannya. “ Hey bung, udah sembuh tah” tanya Fiko dari bangku paling belakang. “ Alhamdulillah, berkat doa dari semua. Sehingga hari ini, aku bisa berkumpul dengan kalian semua disini” “ Tapi sebenarnya yang paling berbahagia hari adalah Fitri...hahahaha” celoteh Fiko, disambut suara... “Huuuuuuuuuuuuuuu” kelas menjadi riuh. “ Ayo Fit bangun, peluk dia Angling Darnanya...hahahah” lanjut Fiko, membuat Fitri tertunduk malu, terlihat wajahnya memerah merasa malu akibat ulah Fiko. “ Hey semuanya, emang ya cinta ditolak mulut cerewet, kan biasanya dukun bertindak” Rosa memotong keriuhan itu seraya melihat ke arah Fiko yang masih cengengesan. “ Eit tunggu dulu, mang Fiko naksir siapa yang di tolak..?” ucap Edi “ Tanya sendiri ma Fiko” “ Bos, memang betul..?” Edi bertanya sama Fiko, yang ditanya malah tertawa. “ Naksir sama nona Rosa yang cerewet kayak Mak Lampir...hahahaha” disambut tawa riuh yang lain. Rosa melempar buku ke arah Fiko, karena saking kesalnya dia. “ Sampek kiamatpun, kalau you kerempeng naksir aku, aku gak akan nerima kamu lidi jadi cowokku... Amit-amit dech, and betul banget jika Fitri juga menolakmu !” suara Rosa berteriak lantang “ Whaaaaaat...?” Edi terkejut, Fiko menundukkan wajahnya malu. Sedang Arif melirik ke arah Fitri yang disambut senyum oleh Fitri. Bel masuk berbunyi, semua diam dan kembali ke bangku masing-masing seraya merapikan duduk. @_@ Fiko berlari mengejar Fiko yang sudah ada di depannya, dengan terengah-engah dia mendekati Arif yang berjalan pulang bersama teman-teman yang lain. “ Bung tunggu bentar..” ucap Fiko sambil terengah-engah “ Ya ada apa Fik?” “ Soal tadi aku minta maaf” “ Gak apa-apa kawan, itu manusiawi kok” “ Tapi...!” “ Udahlah, lagian aku juga hanya di jodoh-jodohin anak-anak doang ma Fitri” “ Tapi kamu cinta kan?” Arif menatap Fiko. Kemudian ia tertunduk. “ Entahlah kawan, sekarang aku mulai ragu dengan diriku. Aku tak mau menyakiti hati siapapun, apalagi Fitri..” “ Maksudmu..?” “ Udahlah, nanti kau akan mengerti juga kenapa aku berkata begini” “ Maaf, memang beneran kamu dah ditunangin ma sepupumu yang di jawa itu” “ Mungkin..!” jawab Arif santai. Hari semakin terik, rasa panasnya makin terasa menguliti kulit. Arif terus saja melangkah menuju rumahnya. @_@ Menembus kegelapan, mobil oplet itu terus melaju cepat dengan cahayanya yang mulai meredup karena usianya yang sudah tua. Disebuah rumah praktek dokter, mobil itu berhenti. Arif bersama ayah dan ibunya keluar dari dalam oplet tersebut, kemudian disusul sopirnya yang langsung duduk di ruang tunggu khusus parkir. “ Bapak, ibu dan Arif. Dengan berat hati saya katakan, bahwa kanker otak yang Arif alami makin parah dan sudah kategori stadium 4. dan sekali lagi maaf, menurut analisa ilmu kedokteran, harapan untuk hidup sangat tipis. Dan dari hasil yang saya dapatkan dari laboratorium, bahwa analisis saya, sisa hidup Arif hanya tinggal beberapa bulan”. Dokter Firman menghentikan omongannya. “ Arif, maafkan ibu nak...” ibunya memeluk Arif dengan menangis lirih. Diciumnya Arif yang masih terpegun tak percaya atas apa yang baru saja di ucapakan oleh dokter. “ Tapi, bapak, ibu dan Arif, saya hanya dokter. Hidup dan mati manusia itu ada di tangan Tuhan. Marilah kita berusaha, siapa tahu masih ada keajaiban dari Tuhan, Arif bisa sembuh” lanjut dokter Firman. “ Tidaaaaaaaaaaaaaaaak...” Arif berteriak histeris, membuat ibunya tak kuasa dan terjatuh pingsan. “ Ibuuuu, bangun bu. Cukuplah Arif yang alami ini semua. Ibu bangun bu” Arif bergegas merangkukl ibunya sambil menangis histeris meraih dan memapah ibunya yang terjatuh pingsan, dengan dibantu oleh dokter Firman dan ayahnya yang tanpa disadari juga meneteskan air mata. Selang beberapa saat, ibu Arif pun siuman dari pingsannya. Tanpa menunggu langsung memeluk Arif erat-erat, dihatinya masih tak percaya ia akan ditinggalkan selamanya oleh anak tercintanya. “ Ibu, sudahlah. Semua ini hanya pendapat dokter, Allah maha penentu semuanya.” “ Tidak, ibu tak mau kehilanganmu, ibu sayang padamu nak. Ibu cinta padamu. Jika bisa, berikan penyakitmu itu pada ibu. Sungguh ibu rela dan ikhlas menerimanya.” “ Tidak bu, ini milik aku. Apapun yang terjadi sama aku, ibu harus tegar dan tabah. Ada Rina yang masih membutuhkan kasih sayang ibu” “ Anakku, cinta ibu padamu dan adikmu melebihi adanya nyawa ibu.” “ Ya bu, aku mengerti itu. Tapi semua ini sudah takdir Allah, tapi aku tak akan berputus asa untuk meminta kesembuhan padaNya. Tapi jika memang mati yang digariskan Allah, aku ikhlas bu, dan kuharap ibu juga ikhlas melapasku kepangkuanNya” : Tidak, tidak, tidaaak...! kau tak boleh berkata begitu, ibu sayang padamu. ibumu ingin mati bersamammu nak” “ Ibu harus sadar, terima semua ini dengan ikhlas jika memang benar-benar terjadi.ingat masih ada Rina anakmu” Waktu terus saja berlalu, oplet itu kembali melaju menemmbus kegelapan. Bersambung.....
Minggu, 06 November 2011
MANTRA PELET
Gunung menyatulah, rapatlah hatinya
agar dia tak bisa lari dariku
laut menyatulah, karamkan jiwanya
agar dia tak mungkin berpaling selainku
angin berhembuslah, sampaikan mantraku
lewat sayap-sayap tak jelas
Malam ini,
kubuat dia hilang akal sehatnya
teringat hanya padaku
menangis hanya padaku
dan akan datang padaku
Dini hari,
Desupid Tauhas
(Catatan untuk lelaki bukan laki-laki)
JATUH CINTA
Diam-diam, aku tatap dia dalam-dalam
tiba-tiba aku tersenyum sendirian
"eloknya" pujiku dalam hati
"hey.....!" teriaknya
aku hitung jariku yang tak perlu di hitung
dia pun tertawa
"apa tatap diriku,,,?" bentaknya
kuseret senyum
"siapa yang menatap" jawabku gugup
Kutatap dia lagi, tidak dalam-dalam
"Tuhan, telahkah dia kau hadirkan untukku?"
pun ku tersentak
halus kulitnya membuatku bergetar
"Tuhan, aku tak berdaya"
Tanpa diam-diam lagi
aku pergi meredam gelombang
kutelan ganasnya
kujilati buihnya
"Jatuh cinta" bisikku padaku.
Cangkreng, Dini Hari
Desupid Tauhas
Catatan rindu untuk seseorang
tiba-tiba aku tersenyum sendirian
"eloknya" pujiku dalam hati
"hey.....!" teriaknya
aku hitung jariku yang tak perlu di hitung
dia pun tertawa
"apa tatap diriku,,,?" bentaknya
kuseret senyum
"siapa yang menatap" jawabku gugup
Kutatap dia lagi, tidak dalam-dalam
"Tuhan, telahkah dia kau hadirkan untukku?"
pun ku tersentak
halus kulitnya membuatku bergetar
"Tuhan, aku tak berdaya"
Tanpa diam-diam lagi
aku pergi meredam gelombang
kutelan ganasnya
kujilati buihnya
"Jatuh cinta" bisikku padaku.
Cangkreng, Dini Hari
Desupid Tauhas
Catatan rindu untuk seseorang
Rabu, 02 November 2011
MADURA, ALAMMU Vs PERAWANMU
Madura, aku berisik....
Kupuji alammu nan permai
selaksa taman mungil penuh bunga
dimana ribuan bidadari berkeliaran
kehilangan samper kebanggaanmu
Aku tahu, kebayamu mungkin porno
sebab lekuk dada menantang
tapi sampermu begitu agung
rampingkan elokmu nan menawan
Madura, mungkin aku berisik sekali
celotehku telanjang seperti paha perawanmu
yang tampak naik ikuti aspal jalanmu
sebab panasnya hitam dicumbu matahari
Mungkinkah mereka bukan perawanmu?
Ah, tak munafik aku pun melirik
nafasku berburu antara miris dan kenikmatan
benar kata orang dulu
"Jangan membuang kesempatan"
meski antara malu dan mau...
Madura, aku berisik
ku tambal tanya di bingkai langit
perawanmukah atau alammu
yang masih perawan...?
Celoteh Gila Malam
(Inpirasi Birahi)
Desupid 2011
Kupuji alammu nan permai
selaksa taman mungil penuh bunga
dimana ribuan bidadari berkeliaran
kehilangan samper kebanggaanmu
Aku tahu, kebayamu mungkin porno
sebab lekuk dada menantang
tapi sampermu begitu agung
rampingkan elokmu nan menawan
Madura, mungkin aku berisik sekali
celotehku telanjang seperti paha perawanmu
yang tampak naik ikuti aspal jalanmu
sebab panasnya hitam dicumbu matahari
Mungkinkah mereka bukan perawanmu?
Ah, tak munafik aku pun melirik
nafasku berburu antara miris dan kenikmatan
benar kata orang dulu
"Jangan membuang kesempatan"
meski antara malu dan mau...
Madura, aku berisik
ku tambal tanya di bingkai langit
perawanmukah atau alammu
yang masih perawan...?
Celoteh Gila Malam
(Inpirasi Birahi)
Desupid 2011
Langganan:
Postingan (Atom)